Oleh : Lia Anggia Nasution
Keberadaan pers di masa kolonial memegang peranan penting, sebagai upaya untuk mencapai pergerakan kemerdekaan. Gerakan pers ini pun tidak semata dilakukan oleh kaum lelaki. Kaum Perempuan juga menyadari pentingnya surat kabar sebagai alat perjuangan untuk dapat menelurkan gagasan-gagasan dan bergerak bersama dengan tujuan untuk memperbaiki nasib sehingga kaum Perempuan dapat meraih kemajuan.
Surat kabar Perempuan pertama yang terbit di Sumut adalah Koran Perempoean Bergerak. Koran ini terbit pertama sekali pada 15 Mei 1919 di Wilhelminastraat No. 44, Telp 562, Deli, Sumatera Timur. Koran ini dicetak oleh NV. Drukkerij ‘ Setia Bangsa’ dan ditujukan sebagai ‘Penjokong Pergerakan Kaoem Perempuan’. Pada edisi profnummer (nomor percobaan) disebutkan bahwa surat kabar ini memang diperuntukkan bagi perempuan juga laki-laki.
Semboyan Koran Perempoean Bergerak ini tertera di halaman depan yakni; “Diterbitkan oentoek penjokong pergerakan kaoem perempoean, sekali seboelan (boeat sementara) oleh pergerakan Perempuan di Medan Deli.
Sedangkan jargon surat kabar ini adalah ‘De Beste Stuurlui Staan aan wal’ atau ‘sahabat terbaik mampu melindungi’, sesama Perempuan harus mampu saling mendukung, saling melindungi. Surat kabar bulanan ini bertujuan untuk memajukan Perempuan dengan mengupas berbagai aspek dalam dunia Perempuan, termasuk urusan membesarkan anak, pendidikan dan urusan rumah tangga.
Dalam jajaran redaksi nama Parada Harahap tercantum sebagai Pemimpin Redaksi. Dia merupakan redaktur di media De Crani dan Benih Merdeka. Ada juga nama Abdul Rachman yang menjadi administratur. Selain keduanya, koran Perempoean Bergerak ini digawangi oleh redaksi Perempuan yakni Boetet Satidjah yang tinggal di Medan. Ia duduk sebagai redactrice. Ada juga Anong S. Hamidah, Medan. Ch Baridjah, Indra Boengsoe, Pangkalan Brandan dan Siti Sahara, Onderwijszeres Matang Gloempang Doea. Ketiganya didaulat menjadi Medwerksters (staf redaksi).
Sementara nama T.A Sabarijah memangku jabatan sebagai Direktur Perempoean Bergarak. Belakangan tercatat juga nama Rabiatoel Adwie sebagai Matoer dan K. Wondokoesoemo sebagai redaksi yang menerima karang-karangan dari djawa. Selain itu, koran ini juga memuat berbagai tulisan tidak hanya dari kalangan Perempuan tapi juga dari kalangan laki-laki.
Susunan redaksi koran ini juga berganti-ganti. Pada edisi September 1919 dan edisi khusus melihat Gerakan Perempuan Amerika pada terbitan Oktober 1920, pada susunan redactrice tampak nama Sitti Rohana. Sitti Rohana merupakan nama asli dari Roehana Koeddoes, Fitriyanti; 99, dia adalah guru kepala di sekolah Derma di Medan. Rohana pindah ke kota Medan dan kembali mengajar di sekolah Dharma. Di Tengah kesibukan mengajar ini, dia menulis di koran Perempoean Bergerak yang diterbitkan oleh Satiaman Parada Harahap. Rohana juga merupakan kakak tiri dari Sutan Sjahrir dan bibi dari penyair Chairil Anwar.
Koran Perempoean Bergerak ditulis dalam kertas A3, di mana edisi pertama terdiri dari 3 kolom dan selanjutnya terdiri dari 4 kolom. Isi surat kabar ini berbeda dengan surat kabar pada masa sekarang. Penulisan judul disamakan dengan judul lain sehingga tidak terdapat mana tulisan yang menjadi headline, sehingga pembaca tidak dapat mengetahui mana yang menjadi berita utama dari koran tersebut. Namun secara umum, isi dari koran Perempoean Bergerak tak jauh berbeda dari koran saat ini terdiri dari berita, artikel, pemberitahuan/pengumuman, iklan dan lainnya. Meskipun secara penulisan berita yang ditulis belum memuat unsur berita yakni 5 W + 1 H.
W. Samry dalam tulisannya tentang Suara Perempuan Sumatera ; Pers Perempuan di Sumatera Utara pada zaman kolonial 1919-1946. Analisis Sejarah, volume 4 nomor 2 tahun 2014 menyebutkan keberadaan koran Perempoean Bergerak ini merupakan koran pertama di Sumut yang digawangi oleh Perempuan di Sumatera Utara. Surat kabar ini menjadi bukti kemajuan besar bagi Perempuan di Sumatera utara, terutama karena ia dipimpin oleh Perempuan. Di samping itu, Perempoean Bergerak juga memiliki penyuntingan tulisan yang juga seorang Perempuan. Hal ini menjadi Istimewa, mengingat pada masa itu masih banyak masyarakat yang buta huruf.
Koran Perempoean Bergerak ini merupakan bukti tumbuhnya kesadaran kaum Perempuan untuk meraih haknya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini dapat diwujudkan dalam hal pendidikan. Oleh karena itu, konten dalam surat kabar ini didominasi tentang seruan atau ajakan agar Perempuan dapat memperbaiki nasibnya dengan meningkatkan kapasitasnya yang tak lain tujuannya adalah untuk menyempurnakan hal berumah tangga. Di mana tanggung jawab yang berkaitan dengan urusan rumah tangga masih dinilai merupakan tanggung jawab Perempuan.
Konten yang menarik dari koran ini adalah wacana feminisme yang sudah digaungkan dalam koran ini sejak tahun 1919. Hal ini dapat dilihat pada konten koran Perempoean Bergerak edisi Mei 1919- Desember 1920.
“Feminisme kita ini hendaklah kita toedjoekan menoeroet djalan nan elok, dan bersih soepaja pergerakan kitaini tiada terhambat hambat; adat dan agama nan elok itoe djangan kita lampawi, pada suadara-saudara laki-laki saja poehoenkan soepaja toean fikirkan, Bahasa toean-toean moelai dipandang oleh bangsa Hollander sebagai Indische broeder, djadi saja harap toean toeandjang feminisme kami soepaja kami perempoean-perempoean akan dipandang oleh Hollander dari Hollandsche vrouw sebagai Indische Zuster”. (Perempoean Bergerak edisi pertama tanggal 15 Mei 1919, berjudul Kehadapan Tulisan Redactie, Boetet Satidjah).
Mengacu pada pengertian feminisme dalam Oxford English Dictionary (OED) feminism berarti advokasi hak-hak Perempuan atas dasar kesataraan jenis kelamin. Dalam kamus Bahasa Indonesia, hanya ditemukan istilah feminism yang berarti Gerakan Perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum Perempuan dan laki-laki.
Dalam pengertian lain, feminisme adalah Gerakan untuk mengakhiri seksisme, eksploitasi seksis dan penindasan. Di mana seksisme dapat merujuk pada kepercayaan atau sikap yang berbeda ; kepercayaan bahwa satu jenis kelamin atau seks lebih berharga dari yang lain. Selama ini budaya patriarki telah menempatkan lelaki lebih tinggi derajatnya dibandingkan kaum Perempuan.
Dalam konten koran Perempoean Bergerak tersebut dapat dilihat bahwa pada masa itu, Perempuan sudah menyadari dan berjuang untuk menuntut persamaan hak di antara Perempuan dan laki-laki. Namun, feminisme yang dimaksud redaksi merupakan feminisme yang bertujuan agar Perempuan menyadari bahwa bukan hanya pendidikan yang akan membantu mereka beradaptasi sesuai tuntutan kehidupan modern, tetapi juga pengetahuan yang lebih lengkap tentang aturan-aturan agama.
Hal ini berkenaan dengan kondisi Masyarakat tradisional di Indonesia yang pada masa itu masih kental dipengaruhi oleh agama dan adat. Sehingga meskipun Perempuan menuntut persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, hal itu tetap saja tujuannya untuk meningkatkan kualitas Perempuan dalam urusan domestik.
“Ajolah bangsakoe perempoean marilah kita bergerak poela menoentoet ilmoe kepandaian boeat mengambil hak kita. Lebih dahaloe saja berseroe dengan soeara jang sajoep-sajoep sampai kepada jang moelia bangsakoe laki-laki, berilah kebebasan bagi kami perempoean akan pergi menoentoet ilmoe kepandaian. Akan tetapi, djangan poela bangsakoe laki-laki menodoeh kami bangsa perempoean akan minta bebas mentjari soeami, hanjalah minta bebas menoentoet ilmoe kepandaian dan perihal sekitar hak kemanoesiaan”. (Koran Perempoean Bergerak, edisi Agustus 1919), tulisan Sitti Sahara berjudul Peridaran Alam).
Begitu juga Sitti Danillah dalam edisi Oktober 1919, menuliskan artikel berjudul Sendjata dalam Peperangan, terlihat jelas kalau urusan mendidik anak menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh ibu.
“Menoeroet fikiran saja, kepintaran bagi perempoean tiada pernah akan terboeang, karena ialah jang wajib membuka dan mendidikan dan mengadjarkan adat sopan santoen kepada anaknja. Inilah satoe kewadjiban jang amat penting atas segala orang perempoean, dan ialah jang amat penting atas segala orang perempoean dan ialah jang terlebih besar sekali menanggoeng kesalahan apabila anaknja djadi seorang jang bodoh bebal, bertjela dan berlakoe tiada senonoh”.
Perjuangan Perempuan di Sumut pada masa kolonial bertujuan untuk meningkatkan harkat martabat kaum Perempuan. Misalnya lewat penyelenggaraan kursus-kursus pendidikan rumah tangga, kesehatan, keterampilan, seperti menjahit, masak-memasak dan sebagainya. Dengan kata lain, gerakannya masih bersifat non politis dan baru dalam batas kedaerahan atau kesukuan untuk mempertinggi kedudukan sosial kaum Perempuan. Sehingga dapat meningkat kaum Perempuan dari keterbelakangannya khususnya dalam pendidikan, dan membebaskan kaumnya dari kungkungan tradisi yang menindas.
Hal ini dapat dilihat dalam gagasannya yang ditulis Noerlela, Bilaloeng Kroseniaan Bindjei, dalam tulisannya berjudul Bangsakoe Perempoean, edisi September 1919 ;
“Ja Allah, bersalahan benar dengan prasangka saja, roepanja kami jang beramboet pandjang ini tiada disamakan haknya dengan laki-laki beri apakah kiranja bangsakoe jang beramboeat pandjang itoe kesenangan dan kepertjajaan seperti saudarakoe laki-laki sopepaja dapat mereka itoe menambahi kepandaiannja, karena boekan kepandaian dapoer saja jang ada dalam doenia yang lebar ini, karena hal dapoer Hindia moedah dipeladjari dengan seketjap mata dapat dipeladjari ta’kan kami sampai ketinggalan dari hak dapoer itoe, sebab itoelah pekerdjaan jang haroes kami ketahoei moela-moela”.
Gagasan yang sama juga terlihat dalam Sitti Aisjah Chairani dan Fatima Asmabi berjudul Meisjesschool Georoegoe, edisi Juni 1920 ; “ Di sini kami poenja seroean, kepada sekalian moerid perempoean, radjinlah wai menoentoet kepandaian, djangan matjam perempoean doeloean. Tjontohlah wai europeesche njonja, tjontoh sekalian kepandaianja, ketjoeali vridjheidanja, pada kita belum pantasnja”.
Perempuan Indonesia diharapkan dapat mencontoh Perempuan-perempuan Eropa, terutama soal kepandaiannya, kecuali kebebasannya. Sebab sesuai ajaran agama dan adat hal itu belum sepantasnya dilakukan oleh Perempuan yang menganut budaya timur.
Penegasan ini terlihat dalam tulisan Direksi berjudul beroending edisi Juli 1919 :
“Peratoeran bangsa barat tidak perloe kita ambil saja sekali sebab kebiasaan bangsa barat salahnja ada banyak jang tidak dapat kita tiroe, ada banyak sekali peraturan bangsa barang jang berlawanan dengan adat dan agama kita, akan tetapi hal ini memberi anak lelaki dan perempoean menoentoet ilmoe, mendjaga Kesihatan dengan memakai vroedvrouww, doctor dan soentik tjatjar, itoelah tiada larangan”.
Gagasan dan pemikiran feminisme dalam konten Perempoean Bergerak ini banyak dipengaruhi gagasan feminisme liberal yang berkembang pada abad ke-18 dan abad ke-19 atau disebut juga feminisme gelombang pertama. Feminisme liberal sangat menitikberatkan perjuangannya pada ide keunikan manusia yang otonom yang mampu membuat pilihan-pilihan bebas karena rasionalitasnya.
Wacana yang digaungkan dalam konten Perempoean Bergerak ini juga berkaitan dengan pergerakan feminisme di Indonesia pada tahun 1919-1920 yang dapat dikategorikan sebagai pergerakan feminisme tahap pertama. Pada tahap pertama memunculkan persoalan hak memilih dalam pemilihan pejabat publik, hak pendidikan yang dikemukakan pada zaman Belanda.
Tahap kedua, memunculkan persoalan politis yang berada pada basis massa dan perkumpulan untuk memajukan baik keterampilan maupun politik Perempuan yang ditemui pada masa orde lama. Tahap ketiga, pada masa orde baru, memunculkan wacana tugas-tugas domestifikasi Perempuan sebagaimana yang diinginkan negara. Tahap keempat, di era reformasi, memunculkan pergerakan liberal yang bertemakan anti kekerasan terhadap Perempuan.
Selain mengangkat isu emansipasi, koran ini juga memuat berbagai tulisan yang mengulas tentang penjagaan rumah tangga, adat sopan santun, hal kehidupan soeami dan istri, penjagaan anak-anak, kehidupan dalam pergaulan sehari-hari serta hal memasak.
Media massa dalam hal ini surat kabar menjadi wadah bagi Perempuan untuk menyebarluaskan gagasan mengenai kesetaraan gender, menggugat system sosial yang berlaku di mana laki-laki telah menguasai dalam menghambat kemajuan kaum Perempuan.
Tersebar luasnya pembaca koran ini dan antusiasnya berbagai tanggapan yang mengalir baik dari dalam kota maupun luar provinsi, hingga ulasan mengenai pergerakan Perempuan dari luar negeri, menandakan di masa itu Perempuan sudah membangun jaringan yang sangat kuat untuk dapat saling menyokong satu sama lain. Koran Perempoean Bergerak ini pun menjadi pelopor di masa itu untuk pergerakan kaum Perempuan di tanah deli.
Menariknya, terdapat juga surat kabar dan majalah lainnya di Sumut yakni : Parsaoelian Ni Soripada (Tarutung, 1972), Soeara Iboe (Sibolga, 1932), Beta (Tarutung, 1933). Keoetamaan istri (Medan 1973-1941), Menara Poetri (Medan, 1938), Boroe Tapanoeli (Padang Sidempuan, 1940), Dunia Wanita (Medan 1949-1980-an) dan tahun 1951 terbit majalah Melati yang dipelopori oleh Julia Hutabarat dan tabloid ini lahir di Tarutung.
Referensi :
Arivia, Gadis, (2006: 47), Feminisme : Sebuah Kata Hati, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara
Anto, J dan Dina Lumbantobing, (2009: 24), Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan Sumatera Utara: Pesada
Black, Naomi, (1989 : 19). Social Feminisme, New York: Cornell University Press
Bahasa, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, 1989 : 241
Hooks, Bell (2000 :1). Feminism is for everybody : passionate politics, Canada : South End Press, Cambridge MA
Stuers, Cora, Vreede-De, (2008: 9), Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian. Jakarta : Komunitas Bambu
Fitriyanti, (2001: 99), Roehana Koeddoes : Tokoh Pendidik dan Jurnalis Perempuan ertama Sumatera Barat, Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.
Yuliantri, Rhoma Dwi Aria, (2008 : 58). Seabad Pers Perempuan, Bahasa Ibu, Bahasa Bangsa. Jakarta : I-Boekoe.