MEDAN- Kebijakan Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 26 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Parkir Berlangganan di Tepi Jalan Umum baik dari aspek proses, substansi dan pelaksanaan sudah tergolong sebagai tindakan maladministrasi.
Disebut tindakan maladministrasi karena Pemerintah Kota Medan telah bertindak atau melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar etika dalam proses administrasi pelayanan publik.
“Proses dan substansi pembuatan Perwal Nomor 26 Tahun 2024 jelas telah melanggar norma hukum karena semestinya dari aspek materi muatan Perwal Nomor 26 Tahun 2024 tersebut terutama jika menyangkut adanya pembatasan hak seseorang, hanya dapat diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) tidak cukup hanya sekadar melalui Peraturan Walikota (Perwal),” ujar Founder Ethichs of Care, Farid Wajdi, Rabu (24/7).
Apalagi kata Farid, secara filosofis-yuridis Peraturan Walikota tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak sesuai dengan tata urutan perundang-undangan, sehingga tak mengikat bagi masyarakat. Selain itu, menyangkut pembebanan kewajiban kepada publik/warga negara seharusnya ada persetujuan dari rakyat melalui mekanisme kelembagaan legislatif/DPRD Kota Medan.
“Lembaga legislatif/DPRD Kota Medan sepatutnya sebagai institusi yang mempunyai kewenangan (bevogheid) dan diberikan mandat dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan (bestuurzorg) untuk kepentingan pelayanan administrasi pemerintahan harus melakukan suatu tindakan berdasar hukum publik,” ujarnya.
Disambungnya, DPRD Kota Medan tak boleh membiarkan terjadinya tindakan maladminsitrasi di lingkungan Pemko Medan dan tugas DPRD adalah untuk memastikan penggunaan kewenangan lembaga eksekutif tetap tunduk pada kaidah hukum/kebijakan publik.
“Sekadar menguatkan ingatan publik, kasus lampu Pocong Medan yang disebut proyek gagal, tidak boleh terulang lagi. Hak dan kewenangan telah melekat di lembaga DPRD Kota Medan untuk mengawal dan meluruskan kebijakan publik harus tetap dalam bingkai etika pelayanan publik,” tambah Farid.
Urgensi penggunaan hak dan kewenangan lembaga legislatif itu, karena dalam pelaksanaannya substansi Perwal Nomor 26 Tahun 2024 itu berpotensi besar melanggar hak warga negara dan tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberlakuan barcode parkir berlangganan berpenetrasi ke wilayah komplek perumahan, warga luar Kota Medan wajib memasang barcode parkir berlangganan, sepeda motor diangkut karena tidak memiliki stiker parkir berlangganan, petugas melakukan razia kendaraan yang sedang parkir, dan lokasi parkir tertentu tetap dikutip parkir walaupun sudah berlangganan barcode tahunan adalah ekses tindakan maladministrasi itu.
Secara normatif Perwal Nomor 26 Tahun 2024 telah terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau etika pelayanan publik, sehingga Perwal tersebut harus dicabut dan tidak diberlakukan kembali.
“Publik mendukung program parkir berlangganan untuk memaksimalkan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir, tetapi proses, substansi dan pelaksanaannya tak boleh melanggar hak warga negara, apalagi jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya. (eb-01)