Scroll untuk baca berita
Example 325x300
Example 728x250
Perempuan

PERMAMPU Kritisi Aturan terkait Perkawinan Usia Dini

21
×

PERMAMPU Kritisi Aturan terkait Perkawinan Usia Dini

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

MEDAN-  Memperingati hari Anak pada 23 Juli 2024 sekaligus hari keluarga 26 Juli, Konsorsium PERMAMPU menggelar diskusi kritis untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan <19 tahun (12/7) secara hybrid – Zoom.

Kegiatan yang diikuti 8 LSM Perempuan anggota PERMAMPU (Flower Aceh- Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung) ini dipilih berdasarkan analisis terhadap ekosistem yang kurang mampu mencegah perubahan umur perkawinan pertama.

Example 300x600

Meski UU No. 16 tahun 2019 mensyaratkan telah menetapkan usia 19 tahun adalah usia minimum perkawinan, tetapi penelitian Konsorsium PERMAMPU yang dilaksanakan di periode September 2023 s/d Januari 2024 menunjukkan tingginya angka perkawinan <19 tahun.

Dina Lumbantobing, Koordinator Konsorsium PERMAMPU mengatakan, terkait tugas negara dan perlindungan HKSR perempuan, perlindungan pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab pemerintah (pasal 8 UU HAM).

“Hak seksual & hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional, hukum internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional,” ujar Dina.

Lebih lanjut dikatakannya, HKSR adalah hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan secara seksual, dan pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait aktifitasnya dalam bereproduksi.

Tanti Herida, Manager Program LP2M memperkenalkan UU No. 4 tahun 2024 mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dan arah advokasi PERMAMPU untuk turunan UU tersebut. Presentasi dimulai dengan memaknai kesejahteraan sebagai sesuatu yang universal, terintegrasi, terjangkau, inklusif, memperhatikan akomodasi yang layak, dan konstitusional. “Tetapi makna kesejahteraan ibu dan anak dalam kebijakan ini masih dipertanyakan, sementara pengaturan sangat spesifik apakah artinya pengecilan batasan/ cakupan kesejahteraan yang malah lebih membingungkan, seperti sedang merespon masalah stunting,” kata Tanti.

Dijelaskannya, terdapat 5 temuan dalam UU 4 tahun 2024 yang menjadi perdebatan yaitu : 1) Pasal 1 ayat 5 pengertian keluarga yang agak sempit dan tidak sesuai kenyataan di lapang, 2) Tumpang tindih kebijakan UU No 4 tahun 2024 pasal 12 mengenai kewajiban perempuan untuk memberikan ASI eksklusif dengan UU Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, Kesejahteraan ibu dan anak. 3) Pembatasan Tubuh Perempuan di atur dalam pasal 4 point 4 UU KIA tentang jaminan cuti melahirkan bagi perempuan sebanyak 6 bulan dan cuti pendamping bagi ayah atau keluarga 40 hari. 4) Peran domestic perempuan yang cenderung semakin membakukan peran domestik perempuan. 5) UU No 4 tahun 2024 (KIA) lebih condong pada pengaturan hak cuti melahirkan dan cuti mendampingi yang hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal.

Pemantik diskusi ke 3, Ramida Sinaga, Deputy Direktur PESADA yang merupakan Host Konsorsium PERMAMPU menyampaikan tentang strategi PERMAMPU dalam membangun strategi daerah (strada) untuk pencegahan perkawinan anak dan usia <19 tahun yang mengacu pada 5 arahan Presiden untuk KemenPPA dan isu strategi nasional PPA meliputi optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

Dalam diskusi ini tergali bahwa negara masih memposisikan ibu sebagai pihak yang paling bertanggungjawab pada anak, yang melanggengkan konsep ibuisme yang menempatkan perempuan sebagai pekerja domestik dan pengasuhan. Juga paling banyak bertanggungjawab bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Harusnya ada dukungan penuh dari keluarga (ayah dan Ibu) dalam menjaga dan pengasuhan anak dan keluarga. Negara juga harus melindungi kesehatan seksual dan reproduksi Perempuan sebagaimana tugas pemenuhan HAM tersebut sebelumnya.

Negara masih cenderung melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap fungsi reproduksi perempuan, belum melindungi hak kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan. Sementara pengawasan terhadap kebijakan HKSR dirasa tidak maksimal.

Komitmen Konsorsium PERMAMPU bertekad untuk bersama bekerja pencegahan perkawinan usia anak dan usia kurang dari 19 tahun. Konsorsium PERMAMPU bersama dampingan dan jaringannya siap mengadvokasi lahirnya Strada (Strategi Daerah) dan terus mengadakan penyadaran mengenai HKSR Perempuan khususnya dalam konteks perkawinan usia anak dan usia <19 tahun. (eb-01)

Example 300250
Example 120x600